Bentuk Usaha Tetap

Bentuk Usaha Tetap : Jenis dan Pengaturan Pajak

Bentuk Usaha Tetap (BUT) merupakan sejenis bentuk badan usaha yang digunakan oleh subjek pajak asing, baik orang perseorangan maupun badan hukum, untuk menjalankan bisnis atau melakukan kegiatan di Indonesia. Subjek pajak asing yang menggunakan Bentuk Usaha Tetap ini harus memenuhi kewajiban pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak yang berlaku di Indonesia.

Bentuk Usaha Tetap merupakan sejenis bentuk usaha yang digunakan oleh orang perseorangan yang tidak tinggal di Indonesia, orang perseorangan yang hanya tinggal di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan di Indonesia dan tidak memiliki tempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan bisnis atau melakukan kegiatan di Indonesia. Subjek pajak yang menggunakan Bentuk Usaha Tetap ini harus memenuhi kewajiban pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak yang berlaku di Indonesia.

Batas waktu selama 183 hari dalam satu tahun ditetapkan apabila Indonesia dan negara asal perusahaan tidak memiliki perjanjian pajak atau Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B). Dengan demikian, apabila perusahaan asing tersebut hanya tinggal di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, maka perusahaan tersebut dapat menggunakan Bentuk Usaha Tetap untuk menjalankan bisnis atau melakukan kegiatan di Indonesia.

Jenis BUT Pajak atau Bentuk Usaha Tetap?

Untuk menentukan apakah Anda yang tidak tinggal di Indonesia tetap dapat mengambil keuntungan bisnis di Indonesia, Anda harus memperhatikan ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000. Berdasarkan ketentuan tersebut, terdapat beberapa jenis badan usaha tetap pajak yang harus diperhatikan,

1. Perusahaan Cabang

Apabila perusahaan asing memiliki cabang usaha di Indonesia, maka cabang tersebut dikategorikan sebagai perusahaan tetap. Perusahaan cabang adalah sebuah kantor yang didirikan untuk menjalankan kegiatan operasional usaha. Oleh karena itu, pendirian perusahaan cabang merupakan bukti bahwa perusahaan tersebut merupakan Bentuk Badan Usaha Tetap.

Oleh karena itu, setiap perusahaan asing yang memiliki cabang di Indonesia harus bertujuan untuk mengajukan permohonan pendirian cabang tersebut. Namun sebelum melakukannya, perusahaan tersebut harus memastikan bahwa ada bukti adanya kegiatan perusahaan tetap di wilayah Indonesia. Setiap penghasilan usaha yang diperoleh dari kegiatan perusahaan cabang tersebut harus dikenakan pajak yang berlaku sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak yang berlaku di Indonesia.

2.    Bangunan Perusahaan

Keberadaan bangunan perusahaan komersial merupakan salah satu bukti fisik yang dapat dianggap sebagai Bentuk Usaha Tetap perusahaan asing di Indonesia. Oleh karena itu, keberadaan bangunan tersebut merupakan salah satu sumber penghasilan yang harus dikenakan pajak. Bisnis yang bersifat permanen seperti ini harus dikenakan pajak penghasilan atas pendapatan yang diperoleh.

Contohnya, pendirian sebuah bengkel atau gedung bengkel sebagai anak perusahaan dari perusahaan otomotif asing. Semua penghasilan yang diperoleh dari kegiatan tersebut harus dikategorikan sebagai sumber penghasilan yang dikenakan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak yang berlaku di Indonesia.

3.    Bangunan Pabrik

Perusahaan asing yang bergerak di bidang manufaktur sering mendirikan pabrik di Indonesia untuk menunjang kegiatan usahanya. Sebagai hasilnya, keberadaan pabrik ini merupakan usaha tetap, terlihat dari berdirinya beberapa pabrik untuk menunjang bisnis tersebut. Berdirinya pabrik di Indonesia melambangkan bahwa perusahaan tersebut besar dan stabil, dan keberadaan pabrik ini merupakan salah satu ciri kegiatan usaha Indonesia yang permanen dan menghasilkan pendapatan.

Pengaturan Pajak Terkait Bentuk Badan Usaha Tetap

Menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan, penghasilan yang harus dikenakan pajak dari Bentuk Usaha Tetap yang diterima atau diperoleh di Indonesia harus sesuai dengan contoh bentuk usaha tetap yang ditetapkan.

cakupan contoh pengaturan bentuk usaha tetap yaitu:

1. Aturan Atribusi (Attribution Rule)

Penghasilan dari Bentuk Usaha Tetap yang dimiliki oleh perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia harus dikenakan pajak berdasarkan kegiatan usahanya di Indonesia. Sebagai contoh, jika perusahaan tersebut bergerak di bidang perdagangan, maka semua pendapatan yang diperoleh dari kegiatan perdagangan di Indonesia akan dikenakan pajak

2. Koneksi yang Efektif (Effectively Connected)

Jika perusahaan menerima penghasilan pasif, seperti royalti atau bunga dari kegiatan Bentuk Usaha Tetapnya di Indonesia, maka penghasilan tersebut harus dikenakan pajak jika memiliki hubungan efektif dengan kegiatan usaha perusahaan di Indonesia.

3. Daya Tarik (Force of Attraction)

Semua pendapatan yang diperoleh perusahaan asing di Indonesia, termasuk dari kegiatan usaha sejenis dan kegiatan usaha kantor pusat, harus dihitung dan menjadi kewajiban pajak. Tarif pajak yang ditetapkan oleh pemerintah untuk penghasilan yang dikenakan pajak dari Bentuk Usaha Tetap adalah 25% pada tahun 2010. Ketentuan ini berlaku untuk wajib pajak luar negeri maupun dalam negeri. Sebelumnya, tarif pajak Bentuk Usaha Tetap dalam negeri adalah progresif sesuai dengan besaran penghasilan yang dikenakan pajak, seperti yang disebutkan dalam UU PPh No. 36 Tahun 2008 Pasal 17 ayat 2.

Tarif pajak yang ditetapkan dalam UU PPh No. 17 Tahun 2000 berkisar antara 10-30% untuk penghasilan yang dikenakan pajak mulai dari Rp 50.000.000 sampai Rp 100.000.000 ke atas. Namun, perlu diingat bahwa penghasilan yang sudah dikurangi pajak dari Bentuk Usaha Tetap di Indonesia akan dikenakan pajak sebesar 20%.

Sesuai dengan pembahasan sebelumnya, perpajakan badan usaha tetap sama dengan wajib pajak dalam negeri lainnya, namun yang membedakannya adalah Bentuk Usaha Tetap tidak bisa menikmati keuntungan dari tax treaty di Indonesia. Wajib pajak harus membayar dan menghitung PPh dengan dua cara, yaitu pelunasan pajak tahun berjalan dan pelunasan pajak akhir tahun.

Adapun dua cara sebagai berikut:

Pelunasan Pajak Tahun Berjalan

  1. PPh 21 adalah pajak yang dipotong dari pekerjaan, jasa, atau kegiatan.
  2. PPh 22 adalah pajak yang dikenakan atas kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.
  3. PPh 23 adalah pajak yang dipotong atas penggunaan harta oleh orang lain, penghasilan modal, jasa, hadiah, serta penghargaan.
  4. PPh 24 adalah pajak yang dibayarkan di luar negeri.
  5. PPh 26 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan yang harus dibayarkan oleh wajib pajak luar negeri.
  6. Pemotongan pajak terdiri dari bunga deposito, tabungan lainnya, transaksi saham, harta berupa tanah atau bangunan.

Pelunasan Pajak Akhir Tahun

Jika pajak tidak disetor dengan benar, maka wajib pajak harus menghitung sendiri jumlah PPh yang harus dibayarkan dalam suatu tahun pajak dan dikurangi dengan jumlah kredit pajak tahun tersebut.

Jika terjadi kurang setor pajak, jumlah yang harus dibayarkan harus sesuai dengan ketetapan pajak atau surat tagihan pajak menurut DJP (Direktorat Jenderal Pajak), jika terdapat bukti bahwa jumlah pajak yang dibayarkan tidak sesuai.